Bagaimana caranya dari Ho Chi Minh ke Phnom Penh? Apa saja yang bisa dinikmati di sana? Check this out!!
Dari Ho Chi Minh city ke Phnom Penh
saya menggunakan bis Mekong Express dengan biaya 13 USD (harga 2012 yah).
Perjalanan selama 6 jam dengan model bis seperti bis malam di Indonesia.
Tepat pukul 9 malam bis masuk perbatasan Phnom Penh. Seluruh penumpang turun, passport kami dikumpulkan jadi 1 kemudian didaftarkan ke petugas imigrasi oleh awak bis. Untuk passport asia hanya dilihat saja kemudian dicap, sedangkan untuk turis bule ada pemeriksaan visa.
Sampai di pool bis kami sudah ditunggu oleh pegawai hotel yang memang kami minta untuk menjemput karena saya dan 2 teman saya wanita semua dan nyampe di pool udah malem banget. Kami diantar ke hotel Angkor Mitona naik tuk tuk, pegawai hotel ini sangat ramah dan helpful, bahasa inggrisnya juga sangat lancar.
Tepat pukul 9 malam bis masuk perbatasan Phnom Penh. Seluruh penumpang turun, passport kami dikumpulkan jadi 1 kemudian didaftarkan ke petugas imigrasi oleh awak bis. Untuk passport asia hanya dilihat saja kemudian dicap, sedangkan untuk turis bule ada pemeriksaan visa.
Sampai di pool bis kami sudah ditunggu oleh pegawai hotel yang memang kami minta untuk menjemput karena saya dan 2 teman saya wanita semua dan nyampe di pool udah malem banget. Kami diantar ke hotel Angkor Mitona naik tuk tuk, pegawai hotel ini sangat ramah dan helpful, bahasa inggrisnya juga sangat lancar.
Memang sebagian besar Cambodians
sudah fasih berbahasa inggris, even supir tuk tuk pun dialek inggrisnya sudah
sangat American.
Keesokan harinya kami berencana
mencari local tour untuk mengunjungi lokasi sejarah pembantaian rezim Pol Pot.
Tak disangka ketika kami sarapan di hotel ada supir tuk tuk yang menawarkan
jasanya untuk mengantar kami berkeliling Killing Field dan Tuol Sleng Genocid
Museum.
Killing Field letaknya agak di
pinggir kota, debu dan panas menyertai sepanjang jalan menuju Killing Field.
Masuk Killing Field seolah memasuki kuburan massal, ada beberapa spot dimana di
masing-masing spot ada papan petunjuknya, menceritakan apa yang terjadi di
lokasi tersebut. Dalam diam kami menyusuri spot demi spot diiringi narasi dari
earphone yang dipinjamkan di loket depan. Ada beberapa bahasa yang bisa dipilih
dan kami juga diberi semacam kertas berisi cerita mengenai pembantaian yang
dilakukan oleh rezim Khmer di kala itu. Menyedihkan membayangkan penduduk yang
tidak berdosa harus dibunuh satu per satu, bahkan anak-anak dan bayi juga
dibantai di tempat itu. Lubang yang digunakan untuk menimbun mayat-mayat secara
massal juga masih ada, pohon yang digunakan untuk menggantung speaker yang
menyuarakan lagu-lagu untuk membenam suara jeritan tangis para korban pun masih
ada.
Di bagian akhir perjalanan ada
semacam bangunan untuk menyimpan tengkorak dari mayat-mayat yang ditemukan di
tempat itu, benar-benar ini sejarah kelam yang sungguh menyedihkan.
Dari Killing Field kami menuju Tuol Sleng Genocide Museum.
Sebenarnya ini adalah sebuah bangunan sekolah dengan ruang-ruang kelas yang
cukup luas. Tempat ini dulu digunakan untuk tempat interogasi penduduk yang
dicurigai melakukan pemberontakan, tapi nyatanya tidak hanya diinterogasi namun
penduduk juga mengalami penyiksaan yang kejam. Di situ dipasang foto-foto
korban penculikan dan tahanan yang kemudian tak pernah pulang lagi ke
keluarganya. Ada juga gambar berbagai perlakuan keji yang dialami oleh para
tahanan, kami berkeliling dalam diam, rasa pedih dan ngeri membuat kami hanyut
pada suasana kala itu.
Selesai mengunjungi tempat bersejarah
itu kami melanjutkan perjalanan ke Wat Phnom dan Cambodia National Museum.
Sayang kami tidak bisa masuk ke Royal Palace, karena saat itu istana sedang
berduka sepeninggal Norodom Sihanouk yang wafat. Jadi kami hanya bisa memotret
dari luar dan dari pelataran belakang istana. Beberapa warga nampak berdoa di
situ, sebagai tanda penghormatan terhadap rajanya.
Esok harinya kami melanjutkan perjalanan ke Siem Reap
menggunakan bis. Kami sampai di sana sore hari, dan sempat menikmati sunset
yang terlambat.
Dan perjalanan berkeliling Angkor Wat
baru kami lakukan keesokan harinya, pagi-pagi jam 4 kami bersiap mengejar
sunrise di situ. Betapa menakjubkan sinar matahari pagi yang muncul di antara
puncak-puncak candi. Kemudian kami lanjutkan perjalanan kami untuk berkeliling
candi demi candi dengan tuk tuk yang kami sewa dari hotel. Hampir semua candi
memiliki ciri khas yang menarik, salah satunya candi Ta Prohm yang menjadi
lokasi shooting film Tomb Rider. Dengan akar-akar pohon besar yang melilit
bangunan candi memang tempat ini layak untuk dipublikasikan dalam sebuah karya
film.
Setelah seharian berkeliling candi, malamnya kami berkeliling
di night market Pub Street, menonton tarian khas Cambodia, dan menikmati
makanan khas di sana yang full rempah.
No comments:
Post a Comment